
Suasana Bandara Soekarno-Hatta pagi itu begitu berbeda. Di antara hiruk pikuk jamaah yang mengenakan seragam travel, tampak sepasang suami istri berdiri dengan wajah penuh haru. Mereka bukan bagian dari rombongan mana pun — hanya berdua, dengan koper sederhana dan senyum yakin. Namanya Pak Harlan dan Bu Nisa. Mereka sedang menjemput impian panjang: berangkat umrah mandiri untuk pertama kalinya.
“Saya dulu selalu berpikir, umrah itu harus lewat travel besar,” ujar Pak Harlan sambil tertawa kecil. “Tapi setelah saya tahu sekarang sudah boleh mandiri, kami langsung semangat menyiapkan semuanya sendiri.”
Tren umrah mandiri memang sedang naik daun di Indonesia. Banyak jamaah, terutama dari kalangan muda dan keluarga mapan, memilih untuk mengatur perjalanan ibadah mereka tanpa paket travel. Alasannya beragam — mulai dari ingin pengalaman yang lebih personal, fleksibilitas waktu, hingga penghematan biaya yang signifikan.
Namun bukan hanya karena tren. Legalitasnya kini sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam regulasi tersebut, pemerintah secara resmi memperbolehkan jamaah untuk berangkat umrah secara mandiri selama memenuhi persyaratan tertentu: kepemilikan visa umroh mandiri, bukti akomodasi, tiket pulang-pergi, serta jaminan keselamatan selama di Arab Saudi.
Keberadaan aturan ini menjadi titik balik besar dalam dunia perjalanan ibadah. Kini, jamaah tidak perlu lagi merasa khawatir dianggap ilegal atau tidak sah saat mengurus keberangkatan tanpa biro travel. Dengan UU baru ini, pemerintah justru mendorong transparansi dan kemandirian umat — selama tetap mematuhi standar keselamatan dan administrasi.
Pak Harlan sendiri mengaku awalnya sempat bingung. Tapi dengan riset dan bantuan komunitas daring, ia menemukan banyak penyedia jual visa umroh mandiri yang terpercaya. “Ternyata prosesnya nggak sesulit yang dibayangkan,” ujarnya. “Kami tinggal kirim dokumen, tunggu proses verifikasi, dan visa resmi pun keluar.”
Selain mengurus visa umroh mandiri, mereka juga memesan hotel secara online dan mengatur transportasi dari bandara Jeddah ke Makkah dengan aplikasi internasional. Semua dilakukan dengan teliti, penuh doa, dan rasa percaya diri.
Perjalanan itu pun menjadi pengalaman luar biasa. Tanpa ikut rombongan, mereka punya kebebasan penuh untuk beribadah. “Kami bisa shalat di Masjidil Haram lebih lama, tidak terburu-buru ikut jadwal rombongan. Rasanya tenang, damai, dan benar-benar menyentuh hati,” kata Bu Nisa sambil menitikkan air mata.
Pengalaman seperti ini kini semakin banyak ditemukan. Para jamaah yang memilih umrah mandiri mengaku merasakan kedekatan spiritual yang lebih dalam. Setiap langkah, dari menyiapkan dokumen hingga thawaf mengelilingi Ka’bah, terasa penuh makna. Mereka tidak hanya menjadi peserta ibadah, tapi juga pelaku utama dalam perjalanan suci mereka sendiri.
Meski begitu, kemandirian tetap harus disertai kesiapan. Pemerintah mengingatkan agar jamaah berhati-hati memilih layanan jual visa umroh mandiri, memastikan penyedia terdaftar secara resmi, dan tidak tergiur harga murah yang tidak masuk akal.
Bagi jamaah pemula, ada beberapa panduan penting yang bisa diikuti:
Pelajari UU No.14 Tahun 2025. Pastikan memahami hak dan kewajiban jamaah mandiri.
Gunakan agen resmi. Hanya urus visa umroh mandiri melalui pihak yang memiliki izin legal.
Siapkan rencana ibadah. Tentukan jadwal, lokasi ziarah, dan waktu istirahat dengan matang.
Gunakan teknologi. Aplikasi navigasi Masjidil Haram dan panduan doa digital sangat membantu.
Tetap jaga niat. Umrah mandiri bukan soal bebas, tapi tentang tanggung jawab dan keikhlasan.
Pak Harlan dan Bu Nisa kini menjadi inspirasi di lingkungannya. Mereka sering diminta berbagi pengalaman di pengajian dan majelis taklim tentang cara berangkat umrah mandiri dengan benar. “Kami ingin orang lain tahu, bahwa dengan persiapan dan niat tulus, semua bisa berangkat tanpa harus menunggu biaya besar,” ujar Pak Harlan.
Kini, mereka bahkan berencana membantu jamaah lain yang ingin menempuh jalan serupa. Dengan semangat berbagi, mereka membuka forum kecil di media sosial untuk membimbing jamaah yang ingin mengurus visa umroh mandiri secara sah.
Fenomena ini menunjukkan perubahan besar dalam dunia ibadah umat Islam Indonesia. Umrah tak lagi dipandang sebagai ritual mewah, tapi sebagai ibadah yang bisa diakses siapa saja yang punya tekad dan niat kuat. Dengan dukungan hukum dari UU No.14 Tahun 2025 dan hadirnya layanan digital resmi, umrah mandiri kini menjadi simbol kemandirian dan kesadaran baru dalam beribadah.
Sebagaimana kata Bu Nisa saat menutup kisahnya, “Umrah mandiri mengajarkan kami satu hal: bahwa perjalanan suci bukan tentang siapa yang menuntunmu, tapi seberapa besar keyakinanmu untuk sampai ke rumah Allah سبحانه وتعالى.”